Featured Article
Latest Post

Sabtu, 02 Februari 2013

SEJARAH SINGKAT PP. BAHRUL ULUM BESUK-PROBOLINGO

Pondok Pesantren Bahrul Ulum
Besuk-Probolinggo 
 “Jika Anda melihat kepada ilmu maka tampak oleh Anda ilmu itu suatu kelezatan, dan karenanya ilmu itu dicari. Anda juga akan mengetahui bahwa ia merupakan jalan yang akan mengantarkan kepada kebahagian di negeri akhirat, sebagai “media” bertaqarrub kepada Allah SWT yang menjamin segala sesuatu sampai kepada-Nya.
Tingkat termulia diantara manusia ditempati mereka yang sampai pada kebahagiaan sejati, dan wujud yang paling utama adalah wujud yang bisa menjadi media/perantara kepadanya. Maka kebahagian sejati itu takkan mungkin dicapai tanpa ilmu dan amal, dan amal tak mungkin di capai kecuali jika ilmu tentang beramal dikuasai.
(Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin)
Besuk Kidul adalah nama sebuah desa terpencil yang terletak di kecamatan Besuk kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Sebelum PP. Bahrul Ulum didirikan, desa ini dapat dikatakan merupakan pusat pembiakan kesenian daerah, yang dalam hal ini adalah kesenian Ludruk versi bahasa Madura. Masyarakat desa Besuk Kidul amat gandrung dengan kesenian tersebut, bahkan bisa dikata tak ada acara kemasyarakatan jika tak menampilkan Ludruk, bahwa Ludruk adalah satu-satunya hiburan rakyat yang paing banyak menyedot seluruh perhatian warga Besuk Kidul.
Ludruk-sebagaimana kesenian pentas lainnya-bukanlah semata hiburan yang dikembangkan demi kesenangan atau hobi masyarakat, tapi dibalik kesinian ini ada budaya yang melahirkan dan terus dilariskan, bahkan diupayakan menjadi trend lifestyle saat itu. Layaknya dunia hiburan kita nikmati saat ini, ludruk juga melahirkan artis-artis dan idola-idola sebagai ikon-ikon budaya yang bertugas mempromosikan-memasarkan budaya tertentu dibalik kesenian Ludruk. Cerita-cerita dalam Ludruk yang hampir kesemuanya bercorak mistik, misalnya cerita-cerita yang menggambarkan keistimewaan-kesaktian dan kultus terhadap seseorang, pada gilirannya mempengaruhi kesadaran masyarakat dan membentuk subsistem budaya Besuk Kidul. Tak mengherankan jika kemudian keberagaman agama Islam masyarakat Besuk Kidul saat itu bercorak mistik sebagaimana cerita dalam Ludruk, atau bisa disebut Islam Kejawen.
Demikianlah kondisi masyarakat yang dihadapi KH. Anwar Abd. Karim Zamany, Lc. Diawal pendirian PP. Bahrul Ulum, masyarakat yang amat mengasyiki dunia mistik dan kultus sebagai ekspresi keberagamannya, masyarakat yang kurang menghendaki ritual-ritual formal Islam seperti yang dipraktekkan para Ulama, bahkan masyarakat yang terus bertahan (resistant)  terhadap hal-ha yang mungkin menggeser superioritas budaya mereka.
KH. Anwar Abd. Karim Zamany, Lc. Selaku pendiri PP. Bahrul Ulum berasal dari desa Sentong Krejengan Probolinggo (sekitar 10-15 km dari kecamatan Besuk), tempat beliau menerima pendidikandini keagamaan dari keluarga yang sejak mula pertama berjuang mengembangkan pendidikan pesantren. KH. Anwar adalah sosok yang ulet, tekun dan sabar dalam menimba ilmu pengetahuan agama. Konsistensi dalam ber-thalabul ilmi beliau buktikan sehingga menamatkan jenjang pendidikan kesarjanaan pada Universitas King Abdul Aziz Mekkah Saudi Arabia. Sejarah berdirinya PP. Bahrul Ulum lantas tidak bisa dipisahkan dari kembalinya beliau dari Mekkah dan awal mula beliau menetap di desa Besuk Kidul sekitar tahun 1985, tepatnya setelah kelahiran putrid pertama beliau yang bernama Khairatul Camalia, dari pernikahan beliau dengan Ny. Hj. Aisyah Nur Syamsi, putrid H. Umar Hadi dari desa Alaskandang Kecamatan Besuk.
Kepindahan beliau ke Besuk Kidul adalah atas dorongan mertunya, H. Umar Hadi dan keluarga besar yang ada pada saat itu juga berkomitmen dalam perjuangan mengentaskan “buta ajaran Islam” dan memudahkan akses pendidikan bagi masyarakat kelas grass root kecamatan Besuk dan sekitarnya, dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan berbasis Islam, baik tingkat madrasah ibtidaiyah MI. Bahrul Ulum, 1968) maupun tingkat madrasah tsanawiyah (MTs. Syafi’iyah, 1982). Kehadiran KH. Anwar –dengan demikian-diharapkan bisa mengamalkan keluasan ilmu agama belia bagi pengembangan lembaga, bagi pencerahan masyarakat sekitar yang mengalami krisis moral-spiritual, dan lebih khusus, bagi perjuangan Ilmu dan Islam sebagaimana impian keluarga Besar H. Umar Hadi.
KH. Anwar tentu tidak sendiri dalam perjuangannya. Selain keluarga besar yang senantiasa mendukung, beliau juga di bantu tokoh tokoh masyarakat Besuk Kidul dan sekitarnya, sebut saja H. Syamsul Bahri, H. Sudirman Rais, H. Mushaffa’, Pak M. Ardupin, Pak Miskribin, Pak Syamsul, dan sederet tokoh lainnya yang sama sama berkomitmen menginfakkan perjuangannya bagi gerakan Ilmu dan Islam. Kelompok tokoh masyarakat ini dapat disebut kelompok kreatif yang selanjutnya menentukan sejarah PP. Bahrul Ulum khususnya, dan Yayasan Bahrul Ulum umumnya pada tahun-tahun berikutnya.
Tak bisa dalam hal ini, peran penting Ibunda KH. Anwar, Nyai Hj. Ruhaniyah (Sentong-Krejengan) yang senantiasa memotivasi beliau untuk berjuang mengembangkan pendidikan pesantren. Antusiasme Ibunda tercinta ditunjukkan dengan selalu bertanya kepada beliau –setiap kali beliau sowan, tentang jumlah santri yang dibina-diasuh. Memang sebelum pendirian PP. Bahrul Ulum, KH. Anwar telah membangun musholla kecil disebelah utara kediaman beliau, sebagai tempat berjamaah keluarga dan tetangga yang simpati. Selain itu, beliau juga membuka pengajaran baca-tulis Al-Qur’an bagi putra-putri tetangga yang pada saat itu hanya berjumlah empat orang. Jumlah tersebut yang selalu KH. Anwar sebut dalam menjawab pertanyaan Ibunda tercinta, dan dialog ini berlangsung hingga tahun lamanya. Artinya, selama tiga tahun KH. Anwar hanya membina-mengasuh empat orang santri, dan ini dimaklumi mengingat kondisi masyarakat Besukkidul dan sekitarnya yang kurang memperhatikan pendidikan keagamaan usia dini sebagai kepanjangan tangan dari budaya mistik ala ludruk seperti sebelumnya dipaparkan.
Melihat jumlah santri yang tak kunjung bertambah, suatu saat KH. Anwar pernah meminta pertimbangan Ibunda tercinta untuk sementara waktu meninggalkan pengajaran baca-tulis Al-Qur’an dan beralih profesi memperbaiki perekonomian keluarga, namun keinginan ini tak direstui Ibunda. Dengan didasari keyakinan penuh, sang Ibunda tercinta menasehati. “Kakekmu, KH. Abdul Karim, emapat tahun lamanya hanya mengasuh tiga orang santri, bersabarlah karena itu tuntutan perjuangan dijalan Allah SWT, saatnya akan tiba.” Demikianlah, nasehat setiap kali kegelisahan menghampiri, menyemangati dan menguatkan niat beliau mendirikan pesantren.
Perlu disebut juga, peran Camat Besuk saat itu yang lebih akrab di panggil Pak Kardi. Beliau termasuk tokoh yang berulang kali menyampaikan ide pendirian pondok pesantren di Besuk Kidul kepada KH. Anwar. Hal ini di dasarkan pada keprihatinan  beliau atas kondisi moralitas masyarakat kecamatan Besuk, terutama rasa malu beliau yang memangku jabatan camat, sedang wilayah pemerintahannya terdapat rumah-rumah pekerja seks komersial (sebelah barat PP. Bahrul Ulum sekarang) yang merajalela. Beliau malu campur sedih ketika harus menyampaikan kondisi social Besuk didepan teman sesama camat, sebab perhatian mereka langsung tertuju pada rumah-rumah PSK tersebut. Hanya ada satu cara-menurut beliau- untuk menyelesaikan persoalan moralitas ini, yaitu dengan mendirikan lembaga pesantren di dekat lokasi kegiatan PSK, sebagai pusat dakwah Islam dan pembinaan moralitas bagi para generasi muda Kecamatan Besuk.
 
Tahun 1991 menjadi saksi perubahan fundamental bagi budaya masyarakat Besuk. Pada tahun ini PP. Bahrul Ulum didirikan dan menjalankan fungsinya sebagai lembaga pandidikan, pembinaan dan pengkaderan Islam, yaitu tepatnya setelah  pendirian Madrasah Aliyah Bahrul Ulum dan peresmian Bahrul Ulum sebagai sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan Islam dasar, menengah dan lanjutan atas yang berdomisili di desa Besuk Kidul Besuk Probolinggo. Pendirian PP. Bahrul Ulum tentu tidak bisa mengabaikan peran tokoh-tokoh dan para ispirator di atas.
Selain yang disebutkan, kedekatan kekeluargaan KH. Anwar dengan keluarga Bani Zaman dan khususnya denga Hadratus Syeikh Hasan Syaifurridzal, pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Pajarakan Probolinggo, juga berperan penting terwujudnya PP. Bahrul Ulum.
Seperti dikisahkan, Hadratus Syeikh Hasan Syaifourridzal berulang kali hadir ke Yayasan Bahrul Ulum dan sangat murka melihat plang tertuliskan “Asrama Putra Yayasan Bahrul Ulum”. Beliau sangat menyayangkan jika lembaga sekelas Yayasan Bahrul Ulum tidak memiliki pesantren sebagai benteng moral, sebagai corong syiar Islam untuk mengentaskan krisis moral dan spiritual masyarakat Besuk Kidul dan sekitarnya. Saran Hadratus Syeikh Hasan Syaifurridzal ini kemudian oleh KH. Anwar dikonsultasikan kepada Ibunda dan sesama kelompok kreatif, kemudian dilanjutkan dengan rembuk bersama keluarga besar H. Umar Hadi. Sang mertua yang netobenenya termasuk santri PP. Zainul Hasan genggong, tanpa ragu dan langsung mengamini sang Kyai. Ahirnya, pembangunan musholla dan rehabilitas asrama dimulai, masyarakat dari berbagai penjuru kecamatan Besuk yang peduli berbondong hadir bahu- membahu membantu hingga selesai pembangunan dan asrama. Tidak sampai disitu, mereka mengirim putra mereka untuk menimba ilmu agama dan menjadi santri PP. Bahrul Ulum, dengan KH. Anwar Abdul Karim Lc. sebagai pengasuh.
Syahdan KH. Anwar memulai pengajaran agama di PP. Bahrul ulum beberapa dari keluarga besar H. Umar Hadi yang sama memiliki background pendidikan keagamaan. Pada tahun tahun pertama, PP. Bahrul Ulum hanya menerima santri putra dan satu unit asrama. Namun olah sebab desakan dari masyarakat, dimulai pada tahun 1994 PP. Bahrul Ulum menerima santri putri dan membangun satu asrama tambahan untuk menampung berbondongnya santri putri.
Selain pengajaran dipondok, komintren memperjuangkan ilmu dan Islam  juga KH. Anwar buktikan dengan mengadakan pengajian-pengajian umum, shalawatan dan kegiatan kegiatan sosial keagamaan lainnya sebagai wahana dakwah Islam kepada masyarakat Besuk Kidul dan sekitarnya. Bukannya diterima dengan baik malah beliau menghadapi cemohan penentangan dan perlawanan masyarakat yang memang sejak memang sangat resistant terhadap budaya mereka layaknya perjuangan Nabi, kediaman beliau bahkan tidak sekali dua kali dilempari kotoran hewan sebagai bentuk penentengan dan perlawanan masyarakat.
KH. Anwar sadari bahwa perjuangan dakwah islam tidak selamanya akan berjalan mulus selalu saja akan ada rintangan di tengah jalan. Butuh komitmen, kesabaran, ketekunan dan kecerdasan emosional untuk menekuni dakwah islam, bahwa singkatnya butuh menyluruhkan pengabdian dakwah. Kesadaran inilah senantiasa beliau pegang teguh, hingga menemukan strategi-strategi baru dakwah yang tepat untuk kondisi masyarakat yang sangat resistant tersebut. Dengan strategi “menokohkan” dan “memfungsikan-memerankan ” beberapa indifidu berpengaruh pada kegiatan-kegiatan social keagamaan yang beliau adakan sebut saja P. Maniha, P. Sana, dan P. Marwi, KH. Anwar mampu meluluhkan hati masyarakat untuk selanjutnya mobilisasi mereka pada ajaran-ajaran islam, pada keberagaman dan tradisi Islami, yang pada giliran merubah corak dan karakter budaya masyarakat Besuk Kidul dan sekitarnya menjadi budaya yang tercerahkan.
Pondok pesantren Bahrul Ulum sejak awal memilih-menerapkan konsep Pendidikan dengan pengabungan model salafiyah–kholafiyah. Model salafiyah memaksudkan pelestarian terhadap tradisi pendidikan Islam sebagaimana dipraktekkan para pedahulu, dengan karakteristik kesahajaan, ketekunan, kesabaran, kemenyeluruhan dan keberhati-hatian mencari ilmu agama dalam konsepsi para Pendahulu setara dengan mencari cari tahu “ kehendak-keinginan” Allah SWT dan perintah-perintah-Nya untuk kemudian dilaksanakan dalam keseharian. Karenanya karakter pendidikan salafiyah tersebut bersifat wajib ada atau terintegrasi dalam sistem pendidikan Islam PP. Bahrul Ulum.
Model kholafiyah memaksudkan penggunaan model dan metode-metode kontemporer dalam proses transfer ilmu pengetahuan. Pada awalnya, program pembelajaran diniyah di PP. Bahrul Ulum menggunakan model -metode klasik, yaitu model bandongan, sorongan dan wethonan. Namun sering perkembangan zaman dan untuk tujuan tersistematisasi-terstrukturnya program pembelajaran.
PP. Bahrul Ulum masih akan terumes berbenah-berubah menyesuaikan perkembangan zaman, bahwa perubahan itu merupakan kemestian hidup yang pasti terjadi. Hal ini selaras dengan pilihan konsep pmendidikan yang menggabungkan model salafiyah-kholafiyah. Salafiyah lebih lanjut dimaknai sebagi ruh pendidikan yang ditanamkan-dilestarikan dalam diri peserta didik, sedang kholafiyah dimaknai sebagai kehendak untuk berubah, membuka hati dan pikiran terhadap perkembangan dunia pendidikan, dengan cara memperbaiki cara pandang dan mengadopsi metode-metode baru yang relagievan. Konsep penggabungan ini selanjutnya menjadi pegangan bagi para pengelola untuk mengontrol setiap perubahan yang terjadi. Al-muhafadzatu ‘alal-qodamish-sholih wal-akhdzu bil-jadidil-ashlah.


Popular Posts