Pondok Pesantren Bahrul Ulum
Besuk-Probolinggo
“Jika Anda melihat kepada ilmu maka tampak oleh
Anda ilmu itu suatu kelezatan, dan karenanya ilmu itu dicari. Anda juga akan mengetahui
bahwa ia merupakan jalan yang akan mengantarkan kepada kebahagian di negeri akhirat,
sebagai “media” bertaqarrub kepada Allah SWT yang menjamin segala sesuatu sampai
kepada-Nya.
Tingkat termulia diantara
manusia ditempati mereka yang sampai pada kebahagiaan sejati, dan wujud yang paling
utama adalah wujud yang bisa menjadi media/perantara kepadanya. Maka kebahagian
sejati itu takkan mungkin dicapai tanpa ilmu dan amal, dan amal tak mungkin di capai
kecuali jika ilmu tentang beramal dikuasai.
(Imam Al-Ghazali, Ihya’
Ulumuddin)
Besuk Kidul adalah nama sebuah
desa terpencil yang terletak di kecamatan Besuk kabupaten Probolinggo Jawa
Timur. Sebelum PP. Bahrul Ulum didirikan, desa ini dapat dikatakan merupakan
pusat pembiakan kesenian daerah, yang dalam hal ini adalah kesenian Ludruk
versi bahasa Madura. Masyarakat desa Besuk Kidul amat gandrung dengan kesenian
tersebut, bahkan bisa dikata tak ada acara kemasyarakatan jika tak menampilkan
Ludruk, bahwa Ludruk adalah satu-satunya hiburan rakyat yang paing banyak
menyedot seluruh perhatian warga Besuk Kidul.
Ludruk-sebagaimana kesenian
pentas lainnya-bukanlah semata hiburan yang dikembangkan demi kesenangan atau
hobi masyarakat, tapi dibalik kesinian ini ada budaya yang melahirkan dan terus
dilariskan, bahkan diupayakan menjadi trend lifestyle saat itu. Layaknya
dunia hiburan kita nikmati saat ini, ludruk juga melahirkan artis-artis dan
idola-idola sebagai ikon-ikon budaya yang bertugas mempromosikan-memasarkan
budaya tertentu dibalik kesenian Ludruk. Cerita-cerita dalam Ludruk yang hampir
kesemuanya bercorak mistik, misalnya cerita-cerita yang menggambarkan keistimewaan-kesaktian
dan kultus terhadap seseorang, pada gilirannya mempengaruhi kesadaran
masyarakat dan membentuk subsistem budaya Besuk Kidul. Tak mengherankan jika
kemudian keberagaman agama Islam masyarakat Besuk Kidul saat itu bercorak
mistik sebagaimana cerita dalam Ludruk, atau bisa disebut Islam Kejawen.
Demikianlah kondisi masyarakat
yang dihadapi KH. Anwar Abd. Karim Zamany, Lc. Diawal pendirian PP. Bahrul
Ulum, masyarakat yang amat mengasyiki dunia mistik dan kultus sebagai ekspresi
keberagamannya, masyarakat yang kurang menghendaki ritual-ritual formal Islam
seperti yang dipraktekkan para Ulama, bahkan masyarakat yang terus bertahan (resistant) terhadap hal-ha yang mungkin menggeser
superioritas budaya mereka.
KH. Anwar Abd. Karim Zamany,
Lc. Selaku pendiri PP. Bahrul Ulum berasal dari desa Sentong Krejengan
Probolinggo (sekitar 10-15 km dari kecamatan Besuk), tempat beliau menerima
pendidikandini keagamaan dari keluarga yang sejak mula pertama berjuang
mengembangkan pendidikan pesantren. KH. Anwar adalah sosok yang ulet, tekun dan
sabar dalam menimba ilmu pengetahuan agama. Konsistensi dalam ber-thalabul
ilmi beliau buktikan sehingga menamatkan jenjang pendidikan kesarjanaan
pada Universitas King Abdul Aziz Mekkah Saudi Arabia. Sejarah berdirinya PP.
Bahrul Ulum lantas tidak bisa dipisahkan dari kembalinya beliau dari Mekkah dan
awal mula beliau menetap di desa Besuk Kidul sekitar tahun 1985, tepatnya
setelah kelahiran putrid pertama beliau yang bernama Khairatul Camalia, dari
pernikahan beliau dengan Ny. Hj. Aisyah Nur Syamsi, putrid H. Umar Hadi dari
desa Alaskandang Kecamatan Besuk.
Kepindahan beliau ke Besuk
Kidul adalah atas dorongan mertunya, H. Umar Hadi dan keluarga besar yang ada
pada saat itu juga berkomitmen dalam perjuangan mengentaskan “buta ajaran
Islam” dan memudahkan akses pendidikan bagi masyarakat kelas grass root
kecamatan Besuk dan sekitarnya, dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan
berbasis Islam, baik tingkat madrasah ibtidaiyah MI. Bahrul Ulum, 1968) maupun
tingkat madrasah tsanawiyah (MTs. Syafi’iyah, 1982). Kehadiran KH. Anwar
–dengan demikian-diharapkan bisa mengamalkan keluasan ilmu agama belia bagi
pengembangan lembaga, bagi pencerahan masyarakat sekitar yang mengalami krisis
moral-spiritual, dan lebih khusus, bagi perjuangan Ilmu dan Islam sebagaimana
impian keluarga Besar H. Umar Hadi.
KH. Anwar tentu tidak sendiri
dalam perjuangannya. Selain keluarga besar yang senantiasa mendukung, beliau
juga di bantu tokoh tokoh masyarakat Besuk Kidul dan sekitarnya, sebut saja H.
Syamsul Bahri, H. Sudirman Rais, H. Mushaffa’, Pak M. Ardupin, Pak Miskribin,
Pak Syamsul, dan sederet tokoh lainnya yang sama sama berkomitmen menginfakkan
perjuangannya bagi gerakan Ilmu dan Islam. Kelompok tokoh masyarakat ini dapat
disebut kelompok kreatif yang selanjutnya menentukan sejarah PP. Bahrul Ulum
khususnya, dan Yayasan Bahrul Ulum umumnya pada tahun-tahun berikutnya.
Tak bisa dalam hal ini, peran penting
Ibunda KH. Anwar, Nyai Hj. Ruhaniyah (Sentong-Krejengan) yang senantiasa memotivasi
beliau untuk berjuang mengembangkan pendidikan pesantren. Antusiasme Ibunda tercinta
ditunjukkan dengan selalu bertanya kepada beliau –setiap kali beliau sowan, tentang
jumlah santri yang dibina-diasuh. Memang sebelum pendirian PP. Bahrul Ulum, KH.
Anwar telah membangun musholla kecil disebelah utara kediaman beliau, sebagai tempat
berjamaah keluarga dan tetangga yang simpati. Selain itu, beliau juga membuka pengajaran
baca-tulis Al-Qur’an bagi putra-putri tetangga yang pada saat itu hanya berjumlah
empat orang. Jumlah tersebut yang selalu KH. Anwar sebut dalam menjawab pertanyaan
Ibunda tercinta, dan dialog ini berlangsung hingga tahun lamanya. Artinya, selama
tiga tahun KH. Anwar hanya membina-mengasuh empat orang santri, dan ini dimaklumi
mengingat kondisi masyarakat Besukkidul dan sekitarnya yang kurang memperhatikan
pendidikan keagamaan usia dini sebagai kepanjangan tangan dari budaya mistik ala
ludruk seperti sebelumnya dipaparkan.
Melihat jumlah santri yang tak kunjung
bertambah, suatu saat KH. Anwar pernah meminta pertimbangan Ibunda tercinta untuk
sementara waktu meninggalkan pengajaran baca-tulis Al-Qur’an dan beralih profesi
memperbaiki perekonomian keluarga, namun keinginan ini tak direstui Ibunda. Dengan
didasari keyakinan penuh, sang Ibunda tercinta menasehati. “Kakekmu, KH. Abdul Karim,
emapat tahun lamanya hanya mengasuh tiga orang santri, bersabarlah karena itu tuntutan
perjuangan dijalan Allah SWT, saatnya akan tiba.” Demikianlah, nasehat setiap kali
kegelisahan menghampiri, menyemangati dan menguatkan niat beliau mendirikan pesantren.
Perlu disebut juga, peran Camat
Besuk saat itu yang lebih akrab di panggil Pak Kardi. Beliau termasuk tokoh
yang berulang kali menyampaikan ide pendirian pondok pesantren di Besuk Kidul
kepada KH. Anwar. Hal ini di dasarkan pada keprihatinan beliau atas kondisi moralitas masyarakat
kecamatan Besuk, terutama rasa malu beliau yang memangku jabatan camat, sedang
wilayah pemerintahannya terdapat rumah-rumah pekerja seks komersial (sebelah barat
PP. Bahrul Ulum sekarang) yang merajalela. Beliau malu campur sedih ketika
harus menyampaikan kondisi social Besuk didepan teman sesama camat, sebab
perhatian mereka langsung tertuju pada rumah-rumah PSK tersebut. Hanya ada satu
cara-menurut beliau- untuk menyelesaikan persoalan moralitas ini, yaitu dengan
mendirikan lembaga pesantren di dekat lokasi kegiatan PSK, sebagai pusat dakwah
Islam dan pembinaan moralitas bagi para generasi muda Kecamatan Besuk.
Tahun 1991 menjadi saksi
perubahan fundamental bagi budaya masyarakat Besuk. Pada tahun ini PP. Bahrul
Ulum didirikan dan menjalankan fungsinya sebagai lembaga pandidikan, pembinaan
dan pengkaderan Islam, yaitu tepatnya setelah
pendirian Madrasah Aliyah Bahrul Ulum dan peresmian Bahrul Ulum sebagai
sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan Islam dasar, menengah dan
lanjutan atas yang berdomisili di desa Besuk Kidul Besuk Probolinggo. Pendirian
PP. Bahrul Ulum tentu tidak bisa mengabaikan peran tokoh-tokoh dan para
ispirator di atas.
Selain yang disebutkan,
kedekatan kekeluargaan KH. Anwar dengan keluarga Bani Zaman dan khususnya denga
Hadratus Syeikh Hasan Syaifurridzal, pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan
Genggong Pajarakan Probolinggo, juga berperan penting terwujudnya PP. Bahrul
Ulum.
Seperti dikisahkan, Hadratus
Syeikh Hasan Syaifourridzal berulang kali hadir ke Yayasan Bahrul Ulum dan
sangat murka melihat plang tertuliskan “Asrama Putra Yayasan Bahrul Ulum”.
Beliau sangat menyayangkan jika lembaga sekelas Yayasan Bahrul Ulum tidak
memiliki pesantren sebagai benteng moral, sebagai corong syiar Islam untuk
mengentaskan krisis moral dan spiritual masyarakat Besuk Kidul dan sekitarnya.
Saran Hadratus Syeikh Hasan Syaifurridzal ini kemudian oleh KH. Anwar dikonsultasikan
kepada Ibunda dan sesama kelompok kreatif, kemudian dilanjutkan dengan rembuk
bersama keluarga besar H. Umar Hadi. Sang mertua yang netobenenya termasuk
santri PP. Zainul Hasan genggong, tanpa ragu dan langsung mengamini sang Kyai.
Ahirnya, pembangunan musholla dan rehabilitas asrama dimulai, masyarakat dari
berbagai penjuru kecamatan Besuk yang peduli berbondong hadir bahu- membahu
membantu hingga selesai pembangunan dan asrama. Tidak sampai disitu, mereka
mengirim putra mereka untuk menimba ilmu agama dan menjadi santri PP. Bahrul
Ulum, dengan KH. Anwar Abdul Karim Lc. sebagai pengasuh.
Syahdan KH. Anwar memulai
pengajaran agama di PP. Bahrul ulum beberapa dari keluarga besar H. Umar Hadi
yang sama memiliki background pendidikan keagamaan. Pada tahun tahun pertama, PP.
Bahrul Ulum hanya menerima santri putra dan satu unit asrama. Namun olah sebab
desakan dari masyarakat, dimulai pada tahun 1994 PP. Bahrul Ulum menerima
santri putri dan membangun satu asrama tambahan untuk menampung berbondongnya
santri putri.
Selain pengajaran dipondok,
komintren memperjuangkan ilmu dan Islam juga KH. Anwar buktikan dengan mengadakan
pengajian-pengajian umum, shalawatan dan kegiatan kegiatan sosial keagamaan
lainnya sebagai wahana dakwah Islam kepada masyarakat Besuk Kidul dan
sekitarnya. Bukannya diterima dengan baik malah beliau menghadapi cemohan
penentangan dan perlawanan masyarakat yang memang sejak memang sangat resistant
terhadap budaya mereka layaknya perjuangan Nabi, kediaman beliau bahkan tidak
sekali dua kali dilempari kotoran hewan sebagai bentuk penentengan dan
perlawanan masyarakat.
KH. Anwar sadari bahwa
perjuangan dakwah islam tidak selamanya akan berjalan mulus selalu saja akan
ada rintangan di tengah jalan. Butuh komitmen, kesabaran, ketekunan dan
kecerdasan emosional untuk menekuni dakwah islam, bahwa singkatnya butuh
menyluruhkan pengabdian dakwah. Kesadaran inilah senantiasa beliau pegang
teguh, hingga menemukan strategi-strategi baru dakwah yang tepat untuk kondisi
masyarakat yang sangat resistant tersebut. Dengan strategi “menokohkan” dan
“memfungsikan-memerankan ” beberapa indifidu berpengaruh pada kegiatan-kegiatan
social keagamaan yang beliau adakan sebut saja P. Maniha, P. Sana, dan P.
Marwi, KH. Anwar mampu meluluhkan hati masyarakat untuk selanjutnya mobilisasi
mereka pada ajaran-ajaran islam, pada keberagaman dan tradisi Islami, yang pada
giliran merubah corak dan karakter budaya masyarakat Besuk Kidul dan sekitarnya
menjadi budaya yang tercerahkan.
Pondok pesantren Bahrul Ulum
sejak awal memilih-menerapkan konsep Pendidikan dengan pengabungan model salafiyah–kholafiyah.
Model salafiyah memaksudkan pelestarian terhadap tradisi pendidikan
Islam sebagaimana dipraktekkan para pedahulu, dengan karakteristik kesahajaan,
ketekunan, kesabaran, kemenyeluruhan dan keberhati-hatian mencari ilmu agama
dalam konsepsi para Pendahulu setara dengan mencari cari tahu “
kehendak-keinginan” Allah SWT dan perintah-perintah-Nya untuk kemudian
dilaksanakan dalam keseharian. Karenanya karakter pendidikan salafiyah
tersebut bersifat wajib ada atau terintegrasi dalam sistem pendidikan Islam
PP. Bahrul Ulum.
Model kholafiyah
memaksudkan penggunaan model dan metode-metode kontemporer dalam proses
transfer ilmu pengetahuan. Pada awalnya, program pembelajaran diniyah di PP.
Bahrul Ulum menggunakan model -metode klasik, yaitu model bandongan, sorongan
dan wethonan. Namun sering perkembangan zaman dan untuk tujuan
tersistematisasi-terstrukturnya program pembelajaran.
PP. Bahrul Ulum masih akan
terumes berbenah-berubah menyesuaikan perkembangan zaman, bahwa perubahan itu
merupakan kemestian hidup yang pasti terjadi. Hal ini selaras dengan pilihan
konsep pmendidikan yang menggabungkan model salafiyah-kholafiyah. Salafiyah
lebih lanjut dimaknai sebagi ruh pendidikan yang ditanamkan-dilestarikan dalam
diri peserta didik, sedang kholafiyah dimaknai sebagai kehendak untuk
berubah, membuka hati dan pikiran terhadap perkembangan dunia pendidikan,
dengan cara memperbaiki cara pandang dan mengadopsi metode-metode baru yang relagievan.
Konsep penggabungan ini selanjutnya menjadi pegangan bagi para pengelola untuk
mengontrol setiap perubahan yang terjadi. Al-muhafadzatu
‘alal-qodamish-sholih wal-akhdzu bil-jadidil-ashlah.